Search
Close this search box.
Berita Terbaru
Beda Dengan Anjuran KEMENAG, Gus Baha Ungkap Kiblat Yang Benar

Gus Baha menjelaskan bahwa kiblat yang benar itu tidak seperti anjuran Kemenag. Menurut dia, kiblat dijelaskan cukup jelas dan detail dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah

 

Syuriyah PBNU yang merupakan Pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an LP3IA, Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab dengan sapaan Gus Baha membahas perihal kiblat yang beberapa waktu yang lalu mendapat perhatian dari Kementerian Agama (Kemenag).

 

 

Hal ini bermula dari peristiwa alam yang disebut sebagai rashdul kiblat. Rashdul kiblat sendiri berarti momen di mana posisi matahari persis di atas Ka’bah, yang mana posisi matahari senilai dengan lintang Ka’bah, yaitu 21 derajat 25’.

 

“Kemarin kan ramai di Kemenag. Kiblat semuanya diukur dengan GPS, terus beberapa masjid dikomentari salah, karena diukur pakai GPS,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube Takmir Al Mu’min, dikutip Jumat (31/05/2024).

 

“Kalau dalam bahasa Falaq itu Yauma Rashdul Qiblat, memang bisa dilacak secara ilmu pengetahuan,” sambung Gus Baha, santri kinasih Mbah Moen ini

Menanggapi hal itu, Gus Baha menyitir firman Allah SWT, yakni surah Al-Baqarah ayat 144 yang berbunyi:

 

فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ

Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”

 

“Kamu yang penting sholat menghadap masjid haram. Masjid itu ya bangunan,” terang Gus Baha.

 

“Sehingga kata Ibnu Abbas yang diriwayatkan banyak ulama mengatakan, “Al-Ka’bah li qiblatu liahlil masjid, wal masjidu liqiblati ahlil haram, wal haram qiblatun li ahlil masyriq wal maghrib,” sambungnya.

 

Lalu Gus Baha menjelaskan pandangan Ibnu Abbas yang banyak dirujuk oleh para ulama.

 

“Jadi kalau orang di dalam masjid (Masjidil Haram), kiblatnya harus Ka’bah, di luar masjid kiblatnya asal bangunan Masjidil Haram,” paparnya.

 

Gus Baha menjelaskan secara ilmiah dan terang benderang tatkala menjelaskan perkataan Sahabat Ibnu Abbas RA. Menurutnya kiblat yang benar tidak harus tepat atau persis menghadap kiblat.

 

“Kenapa begitu? Kata Ibnu Abbas karena Al-Qur’an turun billisaanin arabiyyiin. Jadi kalau orang Yogya akan ke Jakarta arahnya ke mana? Barat. Itu sebetulnya ketika anda ke barat itu persis Jakarta atau bisa saja pasnya Pangandaran?” jelasnya.

 

“Tapi orang itu akan bilang kalau ke Barat ya ke Jakarta, meskipun presisi anda tepatnya di Pangandaran,” sambungnya.

 

“Nah Kiblat seperti itu, asal orang menghadap ke Barat, itu orang sudah bilang menghadap ke Ka’bah. Tidak usah sedetail misalnya harus pas atau tepat ka’bah,” tandasnya.

 

Bahkan perihal masalah kiblat, Gus Baha menceritakan dirinya yang pernah berdebat dengan Tim Ahli dari Kementerian Agama (Kemenag).

 

“Saya pernah debat dengan Tim Ahli Kemenag. Tidak bisa Gus sekarang ada GPS,” harus tepat Ka’bah,” kisahnya.

 

“Saya bilang begini, kalau teori anda benar berarti seluruh masjid luasnya maksimal 16 meter. Ka’bah itu luasnya hanya 16 meter,” sanggah Gus Baha.

 

“Berarti Masjid Ulil Albab yang pojok sana sampai pojok sana, kira-kira ya sudah tidak kena Ka’bah, kalau harus tepat Ka’bah. Ka’bah kan diameternya hanya 16. 16 atau 18 kalau tidak salah. “Berarti semua masjid kalau ingin tepat Ka’bah harus pas 16 meter, kalau terlalu luas, pilihannya harus cekung,” imbuh Gus Baha.

 

“Ha…ha…ha…,” sahut tawa jemaah.

 

“Kan jadi aneh,” pungkasnya.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Share
WhatsApp
Facebook
Twitter